Kenapa tidak semua anak suka pelajaran matematika?
Bahkan sebagian anak yang tumbuh menjadi remaja membenci pelajaran matematika. Dan sebagiannya terpaksa untuk menyukai matematika karena takut nilai raport kecil, kemudian mereka mendatangi bimbingan belajar yang bisa membantu kesulitan mereka.
Hal yang sederhana yang menjadi akar masalahnya adalah salah dalam membuat program pendidikan nasional. Sejak di bangku TK siswa langsung diajarkan berhitung. Kemudian masuk kelas 1 SD dijejali berhitung juga, dan terus dijenjang berikutnya pun mereka diberi materi yang seakan - seakan mereka bisa hebat dengan materi rumusan yang banyak. Dan sedangkan pengajarnya pun hasil dari produk yang sama.
Hasilnya, mungkin sebagian berhasil memahami rumusan matematika yang diterimanya, akan tetapi mereka sesungguhnya tidak mengerti sama sekali tujuan rumusan itu untuk apa dalam kehidupan sehari - hari dan dalam bidang apa nantinya ini diaplikasikan. Itulah persoalan inti kenapa mereka cenderung menghindari pelajaran matematika.
Dilihat dari berbagai soal hasil yang salah dalam mengetrapkan sebuah program pendidikan nasional adalah yang dikejar adalah nilai, bukan ilmu. Itu sangat terlihat dari berbagai soal khususnya soal rumusan bidang. Dibuat ukuran gambar bidang yang tidak kongruen dengan ukuran pada soal pertanyaan. Jadi bukannya problem cari bocoran soal yang membuat anak mengejar nilai, tapi juga ada hal mendasar seperti ini.
Mereka para pengambil kebijakan mungkin berpikir, bahwa materi matematika itu pelajaran berhitung. Inilah yang salah, karena sesungguhnya, matematika itu melatih intuisi logika yang hasil akhirnya mereka mampu mengimajinasikan sebuah gambar kedalam rumusan dan atau sebaliknya. Dimana matematika adalah ilmu pasti, sehingga semua gambar atau semua rumusan dari semua bidang memberikan bentuk kepastian pada perujudannya saat dibangun, tidak hasil kira - kira.
Itulah problematika yang terjadi di Indonesia, mengapa dari tahun ke tahun hasilnya sama, tidak semua orang jadi suka ilmu matematika. Itu karena sejak dini mereka dijejali hitungan dan rumusan.
Dan ada hasil survey mengatakan nilai orang Indonesia paling rendah di Asia, itu bukan salah siswa, tapi sepertinya ada yang salah dalam menyiapkan materi, tahapan materi berdasarkan jenjang kelas dan metode pengajaran
Seharusnya, seorang anak sejak dini ditumbuhkan nalar intuisinya, dengan mengenal bentuk dan bidang. Terus meningkat ke pengenalan gambar jauh dan dekat dalam dua dimensi, terus meningkat menjadi gambar tiga dimensi dalam media dua dimensi. Dan itu harusnya terus diajarkan hingga kelas 6 SD.
Kemudian mereka, diajarkan menyelesaikan masalah secara mandiri. Namun ini akan tipis perbedaannya dengan pemberian PR. PR bukan solusi membuat peningkatan hasil pendidikan anak. Mereka harus dikembangkan pertumbuhan yang seimbang antara otak kiri dan otak kanannya.
Sebagai penutup, untuk merangsang kembali gairah anak terhadap pelajaran matematika, pertama yang harus dilakukan adalah membenahi kembali orientasi pendidikan nasional terutama pelajaran matematika.
Semoga bermanfaat.
Penulis:
Ahmad Hanafiah
CEO CTES
CTES
Jl. Ciheuleut NO.10A RT.06 RW.08 Baranang Siang Kec. Bogor Timur, Kota Bogor 16143.
https://www.elog-bimbel.id